Minggu, 02 Maret 2014

Mengenang Kepergian Drs. KH. A. Warits Ilyas


Oleh Pengurus Lpm Fajar Instika
Setelah dikabarkan kondisi sakitnya kritis di Rumah Sakit Pamekasan, Sabtu (22 Februari 2014), santri adakah istighasah bersama untuk kesembuhan beliau. Di masjid jami' penuh gema lantunan do'a-do'a. Mulanya tak ada yang merelakan pengasuh PP. Annuqayah Daerah Lubangsa, Drs. KH. Warits Ilyas, meninggalkan kita. Sebab kita masih merasa membutuhkan beliau. Semuanya diliputi duka.
Tak lama, suara tangis pecah. Sekitar pukul 09.45 do'a-do'a semakin nyaring dilantunkan tanda belum siap ditinggalkan. Orang-orang banyak berjubel, berdatangan ke masjid. Surat al-ikhlas dibacakan di antara suara tangis dan aliran air mata. Tetapi apalah arti semuanya, bila tidak bersamaan dengan garis takdir, maka tak ada alasan untuk tidak merelakan.
Dengan kepergiannya, teman saya dan juga saya, merasa banyak salah yang dilakukan. Salahnya, perasaan ini muncul setelah kita benar-benar ditinggalkan.
Bekalnya cukup ke surga
Seharian ayat-ayat alquran tiada henti dibacakan. Dari berbagai penjuru mendoakan. Tetapi saya yakin, semua orang mendoakan bukan untuk kepentingan keselamatan beliau menuju surga. Bahkan perasaan selalu merasa tidak pantas untuk mendoakannya. Sebagaimana kata seorang teman, “Sebenarnya, kita berdoa yang dikhususkan kepada beliau bukan untuk kepentingannya. Tetapi ini untuk kepentingan kita sendiri.”
Sementara itu, setiap hari setelah meninggal dari hari pertama hingga hari ketujuh, orang berdatangan silih berganti dan ada yang berulang-ulang mendoakan dan ikut bertahlil bersama. Dilihat dari bungkusan nasi yang diberikan kepada jamaah tahlil, setiap harinya tidak kurang dari dua ribu. Terlebih hari kedua hingga ketujuh. Itu pun tamu perempuan dan santri tidak terhitung.
Secara tidak langsung, tidak sedikit orang yang mendoakan dan membutuhkan beliau. Saya yakin, kalau koruptor, pencuri, dan orang-orang yang sering meresahkan masyarakat mati, tidak akan banyak yang mendoakan. Ada yang mendoakan masih mujur! Jangankan itu, orang yang tidak alim, tidak dekat dengan Tuhan, dan tidak mendatangkan kesejukan saat bersamanya, juga tidak akan banyak yang mendoakan apalagi berharap mendapat barakah.
Maka, meski KH. Warits aktif di pemerintahan, aktif di partai politik, aktif di Organisasi NU, beliau tetap tidak akan korupsi, jangankan uang, waktu pun tidak. Sebab, kata banyak orang, beliau selalu datang lebih awal saat ke kantor dan selalu lebih akhir pulang sewaktu masih di DPR. Terbutkti, saat beliau wafat, banyak orang yang berduka, mendoakan untuk mohon barakah. Tentu, sebagai pengasuh pesantren tidak akan luntur dengan kepentingan-kepentingan sesaat dan kotor.
Banyak yang mesti diceritakan dan penting ditiru tentang sosok yang dikenal sangat istiqomah itu. Karena terbatas, cukup sampai di sini dulu. Wallahu a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar