Oleh Pengurus Lpm Fajar Instika
Setelah dikabarkan kondisi sakitnya kritis di Rumah
Sakit Pamekasan, Sabtu (22 Februari 2014), santri adakah istighasah bersama
untuk kesembuhan beliau. Di masjid jami' penuh gema lantunan do'a-do'a. Mulanya
tak ada yang merelakan pengasuh PP. Annuqayah Daerah Lubangsa, Drs. KH. Warits
Ilyas, meninggalkan kita. Sebab kita masih merasa membutuhkan beliau. Semuanya
diliputi duka.
Tak lama, suara tangis pecah. Sekitar pukul 09.45
do'a-do'a semakin nyaring dilantunkan tanda belum siap ditinggalkan.
Orang-orang banyak berjubel, berdatangan ke masjid. Surat al-ikhlas dibacakan
di antara suara tangis dan aliran air mata. Tetapi apalah arti semuanya, bila
tidak bersamaan dengan garis takdir, maka tak ada alasan untuk tidak merelakan.
Dengan kepergiannya, teman saya dan juga saya,
merasa banyak salah yang dilakukan. Salahnya, perasaan ini muncul setelah kita
benar-benar ditinggalkan.
Bekalnya cukup ke surga
Seharian ayat-ayat alquran tiada henti dibacakan.
Dari berbagai penjuru mendoakan. Tetapi saya yakin, semua orang mendoakan bukan
untuk kepentingan keselamatan beliau menuju surga. Bahkan perasaan selalu
merasa tidak pantas untuk mendoakannya. Sebagaimana kata seorang teman,
“Sebenarnya, kita berdoa yang dikhususkan kepada beliau bukan untuk
kepentingannya. Tetapi ini untuk kepentingan kita sendiri.”
Sementara itu, setiap hari setelah meninggal dari
hari pertama hingga hari ketujuh, orang berdatangan silih berganti dan ada yang
berulang-ulang mendoakan dan ikut bertahlil bersama. Dilihat dari bungkusan
nasi yang diberikan kepada jamaah tahlil, setiap harinya tidak kurang dari dua
ribu. Terlebih hari kedua hingga ketujuh. Itu pun tamu perempuan dan santri
tidak terhitung.
Secara tidak langsung, tidak sedikit orang yang
mendoakan dan membutuhkan beliau. Saya yakin, kalau koruptor, pencuri, dan
orang-orang yang sering meresahkan masyarakat mati, tidak akan banyak yang
mendoakan. Ada yang mendoakan masih mujur! Jangankan itu, orang yang tidak
alim, tidak dekat dengan Tuhan, dan tidak mendatangkan kesejukan saat
bersamanya, juga tidak akan banyak yang mendoakan apalagi berharap mendapat
barakah.
Maka, meski KH. Warits aktif di pemerintahan, aktif
di partai politik, aktif di Organisasi NU, beliau tetap tidak akan korupsi,
jangankan uang, waktu pun tidak. Sebab, kata banyak orang, beliau selalu datang
lebih awal saat ke kantor dan selalu lebih akhir pulang sewaktu masih di DPR.
Terbutkti, saat beliau wafat, banyak orang yang berduka, mendoakan untuk mohon
barakah. Tentu, sebagai pengasuh pesantren tidak akan luntur dengan
kepentingan-kepentingan sesaat dan kotor.
Banyak yang mesti diceritakan dan penting ditiru
tentang sosok yang dikenal sangat istiqomah itu. Karena terbatas, cukup sampai
di sini dulu. Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar