Selasa, 04 Maret 2014

Mahasiswa Keluhkan SK Pesantren



Fajar News,  Guluk-Guluk _ Akhir tahun 2011 yang lalu, Pondok Pesantren Annuqayah keluarkan Surat Keputusan (SK) Dewan Masyaikh Pondok Pesantren Annuqayah No. 2 tahun 1433 H perihal santri atau peserta didik yang keluar atau dikeluarkan dari Satu Pondok Pesantren Daerah atau Satuan Pendidikan dalam Naungan Pondok Pesantren Annuqayah.
Dengan SK tersebut, membuat banyak mahasiswa Instika mengeluh. Pasalnya, dalam SK tersebut, santri yang dikeluarkan atau diberhentikan dari satu pondok pesantren daerah dalam naungan PPA harus juga dikeluarkan atau dimutasi dari satuan pendidikan dalam naungan PPA. Hal ini sebagaimana terjadi Kepada Salah satu mahasiswa Instika Jurusan Pendidikan agama Islam (PAI) sekaligus santri lubangsa, Moh. Yasir Arofat, terpaksa harus berhenti kuliah karena berhenti dari pondoknya.
Menurutnya, ia sangat menyayangkan sekali atas undang-undang yang dikeluarkan oleh pondok pesantren itu. “Saya dengan teman-teman yang berhenti dari pondok harus juga berhenti kuliah di Instika. Padahal, kenapa kami  tidak melanjutkan kuliah di luar alasannya satu, kami tidak ingin putus hubungan dengan guru-guru yang ada di Annuqayah baik secara batin maupun dalam keilmuan,” ungkapnya kepada Fajar News, Selasa (4/03).
Lebih lanjut, mahasiswa asal Beragung itu, mengeluh serta merasa kebingungan. Ingin mutasi keluar, No. NIM belum keluar. dari Kordinator Perguruan Tinggi Islam Suasta (Kopertais). “Jika, kami mau melanjutkan keluar masih harus menunggu sampai No. NIM itu keluar. Yang lebih kami prihatinkan bagaimana dengan mahasiswa yang berhenti dari pondok karena ekonomi orang tuanya tidak mampu. Atau mereka yang menikah, seperti teman saya. Jadi, mereka mau tidak mau harus berhenti kuliah juga. Apakah ini tidak memilukan kepada kami?” tambahnya.
Namun, menurut Wakil Rektor III Institut Ilmu Keislaman Annuqayah, H. Mohammad Hosnan, M.Pd., kebijakan mengeluarkan beberapa mahasiswa yang berhenti mondok terkait dengan kebijakan Dewan Masyaikh, bukan hanya dilakukan pada tahun ini. Pada tahun 2012, Rektor Istika, Drs. H. Abbadi Ishomoddin, MA., sudah pernah mengeluarkan beberapa mahasiswa yang berhenti mondok.
“Dan pada bulan Desember tahun 2013, sekitar 14 mahasiswa yang dikeluarkan sesuai surat yang kami terima dari Pandok Pesantren.  Mahasiswa yang kami keluarkan dari masing-masing daerah Pondok Pesantren, di antaranya, daerah Nirmala, Sawajarin dan Lubangsa. Tapi, mayoritas mahasiswa yang lebih banyak kami keluarkan itu dari daerah Lubangsa. Karena memang, dari daerah pondok pesantren yang banyak mahasiswanya  dari Lubangsa,” ungkapnya.
  Lebih lanjut, Bapak Hosnan, mengaku bahwa pihak kampus sudah melakukan klarifikasi kepada dewan pengasuh terhadap mahasiswa yang memang berhenti mondok atas permintaan orang tuanya untuk membantu perekonomian orang tua dalam mengarungi kerasnya hidup, supaya tetap bisa melanjutkan kuliahnya. Akan tetapi, hal tesebut tak berhasil, tidak dapat mengubah keputusan yang telah ditetapkan dalam SK.
          “Maka dari itu, kami telah mengirimkan surat usulan revisi keberatan terhadap undang-undang itu, kepada semua pengurus perdaerah pondok pesantren.  Dan kami melalukan klarifikasi bukan untuk menentang keputusan dewan pengasuh. Akan tetapi, hanya tabayun saja. Sekali lagi, saya sampaikan pihak kampus sendiri tidak bisa berbuat apa-apa dengan kebijakan pesantren. Dan kampus  ikut apa kebijakan pesantren karena kampus ada di bawah naungan pesantren. Jujur saja, kami merasa keberatan mengeluarkan mahasiswa kecuali ia dikeluarkan karena melanggar kode etik kampus. Jadi, yang dapat kami lakukan hanya bisa memfasilitasi para mahasiswa yang dikeluarkan  dengan memberikan surat mutasi,” pungkas Bapak Hosnan saat ditemui di kantornya. [Fin]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar