Senin, 16 Desember 2013

Membentuk Karakter Mahasiswa melalui Nilai-Nilai Kejujuran


Oleh Moh. Husril Mubariq (Pengurus LPM Instika)
 
“Kemarin, Bapak AN (Inisial) mengabsen empat kali. Kebetulan aku tidak masuk kuliah. Sudah bisa dipastikan aku tidak bisa ikut UAS (Ujian Akhir Semester).”
“Apakah Bapak AN dosen berkala?”
“Tidak.”
Kira-kira begitu perbincangan kecil dengan salah seorang temanku sehabis mengikuti kegiatan diskusi rutin pengurus LPM Instika beberapa waktu lalu. Sekilas, persoalan demikian sangat sepele. Tidak sebanding dengan masalah korupsi, pencucian uang, penyitaan mobil atau bahkan tentang penyadapan yang dilakukan oleh Australia terhadap Indonesia. Kejadian (baca: kebohongan) seperti itu jamak terjadi di sekitar kita, lebih-lebih ketika mendekati pelaksanaan UAS. Dari yang semestinya mengabsen satu kali dalam setiap pertemuan, malah mengabsen lebih dari sekali hanya untuk memanipulasi kehadiran dosen ataupun mahasiswa. Padahal, jika dipikir-pikir—disadari atau tidak—hal itu sangat berpotensi untuk mempengaruhi karakter seseorang. Sebab, dalam dunia pendidikan kita telah mengenal istilah “Pembentukan Karakter” atau “Pendidikan Berbasis Karakter”. Oleh karena itu, perbuatan jujur dari seorang tenaga pendidik, akan menumbuhkan benih-benih kejujuran dalam hati sanubari peserta didiknya, begitupun sebaliknya.
Maka dari itu, ketika melihat persoalan di atas, sudah semestinya ada evaluasi tersendiri bagi para dosen tentang bagaimana sistem atau pola pendidikan yang digunakan dalam mendidik mahasiswanya. Utamanya di kampus putih Instika yang berada di bawah naungan pesantren. Hal ini tidak lain bertujuan untuk membina Insan Paripurna yang taqarrub kepada Allah, bahagia di dunia dan akhirat. Seperti Imam Al-Ghazali mengatakan, “Tujuan pendidikan ialah mendekatkan diri kepada Allah, bukan pangkat dan bermegah-megahan dan janganlah hendak seorang pelajar itu belajar untuk mencari pangkat, harta, menipu orang bodoh…”.
Sebagaimana tujuan pendidikan yang dikemukakan Imam Al-Ghazali di atas, sudah jelas bahwa di antara tujuan dari pendidikan ialah tidak untuk menipu. Sementara, memanipulasi kehadiran baik dosen ataupun mahasiswa merupakan salah satu bentuk dari penipuan dan kebohongan. Jika sudah “diajak” berbohong, maka secara perlahan-lahan akan membuat mahasiswa untuk berani, berani lagi, hingga selalu berani berbuat ketidakjujuran. Persoalannya sekarang, maukah kita bersama-sama untuk membentuk karakter mahasiswa melalui nilai-nilai kejujuran? Semoga! Wallahu a'lamu bi al-shawab…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar