Oleh Moh. Husril Mubariq (Pengurus LPM Instika)
“Kemarin, Bapak AN (Inisial)
mengabsen empat kali. Kebetulan aku tidak masuk kuliah. Sudah bisa dipastikan
aku tidak bisa ikut UAS (Ujian Akhir Semester).”
“Apakah Bapak AN dosen berkala?”
“Tidak.”
Kira-kira begitu perbincangan
kecil dengan salah seorang temanku sehabis mengikuti kegiatan diskusi rutin
pengurus LPM Instika beberapa waktu lalu. Sekilas, persoalan demikian sangat
sepele. Tidak sebanding dengan masalah korupsi, pencucian uang, penyitaan mobil
atau bahkan tentang penyadapan yang dilakukan oleh Australia terhadap
Indonesia. Kejadian (baca: kebohongan) seperti itu jamak terjadi di sekitar
kita, lebih-lebih ketika mendekati pelaksanaan UAS. Dari yang semestinya
mengabsen satu kali dalam setiap pertemuan, malah mengabsen lebih dari sekali
hanya untuk memanipulasi kehadiran dosen ataupun mahasiswa. Padahal, jika
dipikir-pikir—disadari atau tidak—hal itu sangat berpotensi untuk mempengaruhi
karakter seseorang. Sebab, dalam dunia pendidikan kita telah mengenal istilah
“Pembentukan Karakter” atau “Pendidikan Berbasis Karakter”. Oleh karena itu,
perbuatan jujur dari seorang tenaga pendidik, akan menumbuhkan benih-benih
kejujuran dalam hati sanubari peserta didiknya, begitupun sebaliknya.
Maka dari itu, ketika melihat
persoalan di atas, sudah semestinya ada evaluasi tersendiri bagi para dosen
tentang bagaimana sistem atau pola pendidikan yang digunakan dalam mendidik
mahasiswanya. Utamanya di kampus putih Instika yang berada di bawah naungan
pesantren. Hal ini tidak lain bertujuan untuk membina Insan Paripurna yang
taqarrub kepada Allah, bahagia di dunia dan akhirat. Seperti Imam Al-Ghazali
mengatakan, “Tujuan pendidikan ialah mendekatkan diri kepada Allah, bukan
pangkat dan bermegah-megahan dan janganlah hendak seorang pelajar itu belajar
untuk mencari pangkat, harta, menipu orang bodoh…”.
Sebagaimana tujuan pendidikan
yang dikemukakan Imam Al-Ghazali di atas, sudah jelas bahwa di antara tujuan
dari pendidikan ialah tidak untuk menipu. Sementara, memanipulasi kehadiran
baik dosen ataupun mahasiswa merupakan salah satu bentuk dari penipuan dan
kebohongan. Jika sudah “diajak” berbohong, maka secara perlahan-lahan akan
membuat mahasiswa untuk berani, berani lagi, hingga selalu berani berbuat
ketidakjujuran. Persoalannya sekarang, maukah kita bersama-sama untuk membentuk
karakter mahasiswa melalui nilai-nilai kejujuran? Semoga! Wallahu a'lamu bi
al-shawab…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar