Perubahan adalah keniscayaan, terutama dalam bidang pendidikan. Sikap optimis yang bercermin pada pengalaman merupakan senjata utama dalam membangun perubahan. Itulah yang melandasi perubahan alih status STIKA ke Instika saat ini. Berikut petikan wawancara Ach. Taufiqil Aziz dan Paisun dari Fajar dengan Rektor Instika, Drs. H. Moh. Abbadi Ishomuddin, MA., saat ditemui di ruang kerjanya, pada tanggal 20 April 2011.
Apa yang melatarbelakangi perubahan dari STIKA ke Instika?
Hal itu sebagai manifestasi dari nama Pondok Pesantren Annuqayah. Nama “Annuqayah“ diambil dari kitab “Annuqayah” karya Imam as-Suyuti yang berisi ragam ilmu. Karena itulah, pengabdian Annuqayah dalam bidang keilmuan haruslah seluas kitab Annuqayah tersebut.
Jurusan apa saja yang sudah ditambah?
Prodi Pendidikan Bahasa Arab, Ekonomi Syari’ah, serta Tasawuf dan Psikoterapi. Adapun yang sedang diusahakan untuk sementara ialah Pendidikan Bahasa Inggris dan Matematika. Namun, sulitnya itu (Prodi Pendidikan Bahasa Inggris dan Matematika, red.) sudah lintas kementrian, tetapi kami tetap berusaha untuk membuka kedua prodi tersebut tanpa harus mendirikan lembaga baru, semisal Sekolah Tinggi Pendidikan, yang berada di bawah Kementrian Pendidikan.
Apakah prodi yang baru ini sudah mendapat izin?
Belum, tapi persyaratan sudah terpenuhi sehingga prodi-prodi yang baru tersebut masuk dan sudah diterima. Kemungkinan besar, dalam waktu dekat ini sudah ada kepastian.
Apakah ruangan yang ada sudah cukup memadai?
Inilah yang menjadi tantangan bagi kami. Kami dituntut menyiasati waktu. Kalau selama ini hari Kamis dan Jumat libur, bisa saja nanti tidak libur. Kalau sudah tidak memungkinkan dalam penyiasatan waktu, kami akan bangun gedung baru lagi. Apalagi, memang ada bantuan dari pemerintah pusat terkait dengan pembangunan gedung itu. Kalau sudah turun, tidak ada masalah, karena akan langsung bangun ruangan baru.
Kaitannya dengan fasilitas dan tenaga pengajar, bagaimana?
Kita akan tetap melengkapi sesuai dengan kemampuan. Pastinya kami berusaha sesuai dengan standar. Sedangkan dosen, tentu kami akan mendatangkan dari luar. Dari Surabaya, misalnya. Pasti itu. Dari luar itu nantinya yang memungkinkan, akan dijadikan dosen tetap, minimal 6 orang. Tidak apa-apa, sebab dulu di awal-awal berdirinya, dosen di sini juga mendatangkan dari luar. Secara bertahap, kami akan mengirim dosen-dosen untuk meningkatkan kualifikasi akademiknya. Selanjutnya kami akan jadikan mereka sebagai dosen tetap di sini, sehingga ketergantungan kepada dosen-dosen dari Surabaya semakin kecil.
Perekrutan dosen dari Surabaya ini tentunya menghabiskan biaya yang cukup besar?
Terus terang, itu sudah diperhitungkan oleh kami. Saving kita di Bank diperkirakan sudah mencukupi. Kami sudah punya patokan biaya operasional sehingga tidak perlu khawatir lagi. Setiap kelas, kami sudah menghitung biaya operasionalnya. Sehingga, kalau jumlah mahasiswa yang mendaftar misalnya lebih dari satu kelas, jelas surplus dengan SPP yang sangat minim sekarang ini. Apalagi SPP-nya dibengkakkan, misalnya. Sekarang tampaknya SPP kampus paling murah ialah 600 ribu, sedangkan kita masih separuhnya. Kalau misalkan SPP-nya kita naikkan, jelas akan sangat surplus bagi Instika.
Apakah Instika mampu mewujudkan mimpinya untuk menjadi PT yang berkualitas?
Optimis! Husnudzan billah! Bagaimanapun, sebuah lembaga keagamaan itu haruslah didasari dengan pola pikir yang berlandaskan keimanan. Inilah proses! Kalau hanya ingin jadinya, siapa pun bisa. Yang cukup sulit ialah berusaha secara mandiri. Usaha secara mandiri inilah yang harus dikedepankan.
Dasar optimisme kiai?
Pertama, pengalaman kita sudah membuktikan. Secara bertahap, kita selalu mampu untuk mandiri. Kedua, sebagian sarana dan prasarana sudah kita miliki. Tinggal bagaimana dilengkapi. Jangankan itu, kita bisa lihat lembaga-lembaga yang orang-orang di dalamnya tetap optimis, sekalipun gedungnya mereka nyewa. Kita yang tidak usah nyewa, lucu kalau pesimis. Coba bayangkan, sekian tahun lembaga ini hanya terdiri dari tiga prodi. Maka, kami mencoba mengembangkannya. Kita jangan pernah mundur sebelum mencoba.
Bagaimana kiai mencermati fasilitas yang kita miliki tapi tak termanfaatkan secara maksimal. Misalnya, perpustakaan?
Kami akui, perpustakaan memang masih dalam tahap pembenahan. Kawan-kawan telah ke Surabaya untuk membawa sistem di sini; sistem informasi akademik. Saya, beserta pimpinan yang lain, bagian akademik, fakultas, keuangan, BAAK, BAU, dan kepustakaan nantinya semua akan terjaring. Kita tahu, buku di perpustakaan kita sudah banyak, tapi kami belum bisa mengeluarkan (meminjamkan, red.) karena masih akan dibuat sistem (digitalisasi perpustakaan, red.); siapa yang meminjam, buku apa yang dipinjam, kapan dikembalikan, dan seterusnya akan tertata dengan baik. Maka, konsekuensinya mahasiswa harus sabar menunggu. Insya Allah, semester depan akan terlaksana dengan baik.
Lalu, bagaimana dengan proses perekrutan dosen?
Sangat sederhana sekali. Selama ini, terpenting selaras dengan ideologi Annuqayah. Tetapi, kami tidak melewatkan begitu saja masukan-masukan terhadap calon dosen yang bersangkutan. Sekarang saja, menumpuk sekali dosen yang melamar ke sini. Namun, saya belum memberikan rekom (rekomendasi, red.) karena pertama, track record–nya masih belum diketahui. Kedua, karena menyangkut kebutuhan kami yang belum selaras dengan bidang studi yang mereka tekuni. Sejak saya menjadi pimpinan ini, perekrutan dosen hanya sedikit. Paling hanya satu atau dua orang.
Sekali lagi, proses perekrutan dosen sejak dulu ialah keselarasan dengan ideologi Annuqayah. Itu terkait dengan penerimaan. Sedangkan mengenai peningkatan mutu, kami mengirim beberapa dosen untuk melanjutkan ke S2 atau bahkan S3.
Mimpi dan proyeksi Instika ke depan?
Untuk sementara, masa kepemimpinan saya ini memang tidak memprogramkan perubahan ke Universitas. Tetapi, Instika ini bisa menjadi eksis, bisa menjadi lembaga yang kredibel. Kalau sudah kredibel, dari segi kualitas sudah bisa diperhitungkan. Baik kualitas keilmuan maupun keakhlakan mahasiswanya kalau dilihat dari sudut pandang kepesantrenan.
Strategi untuk menggapai itu?
Tentu kami memiliki program jangka pendek dan menengah. Sebutlah misal, perbaikan sistem administrasi, sumber daya manusia, serta melengkapi sarana dan prasarana.
Harapan kiai terhadap Instika?
Saya sangat berharap Instika bisa menjadi lembaga yang bisa diteladani lembaga-lembaga lain di lingkungan Annuqayah. Tidak sebatas mengeluarkan sertifikat kesarjanaan. Tapi, lulusannya betul-betul kompeten. Saya sangat berharap, pola pikir pragmatis an sich dalam diri mahasiswa tidak tumbuh. Sebab, profesionalisme tidak selalu dikaitkan dengan materi. Artinya, kerja dan manfaat haruslah lebih dikedepankan dari segalanya. Dan, ini perlu didukung oleh berbagai pihak.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar